1. Perbandingan Cyber Law, Computer Crime
Act (Malaysia), Council of Europe Convention on Cyber Crime
·
Cyber Law
Cyber law merupakan sebuah istilah yang berhubungan
dengan masalah hukum terkait penggunaan aspek komunikatif, transaksional,
dan distributif, dari teknologi serta perangkat informasi yang terhubung ke dalam
sebuah jaringan. Cyber law ini dibuat oleh negara untuk menjamin warga
negaranya karena dianggap aktivitas di dunia maya ini telah merugikan dan telah
menyentuh kehidupan yang sebenarnya (riil).
Secara garis besar ada 5 topik dari cyber law
di setiap negara :
1.
Information security, menyangkut masalah keotentikan pengirim atau penerima
dan integritas dari pesan yang mengalir melalui internet. Dalam hal ini diatur
masalah kerahasiaan dan keabsahan tanda tangan elektronik.
2.
On-line transaction, meliputi penawaran, jual-beli, pembayaran sampai
pengiriman barang melalui internet.
3.
Right in electronic information, soal hak cipta dan hak-hak yang muncul
bagi pengguna maupun penyedia content.
4.
Regulation information content, sejauh mana perangkat hukum mengatur
content yang dialirkan melalui internet.
5.
Regulation on-line contact, tata karma dalam berkomunikasi dan berbisnis
melalui internet termasuk perpajakan, retriksi eksport-import, kriminalitas dan
yurisdiksi hukum.
·
Computer Crime Act (Malaysia)
Sebuah
undang-undang untuk menyediakan pelanggaran-pelanggaran yang berkaitan dengan
penyalahgunaan computer di malaysia. Malaysia mengesahkan Computer Crime Act
pada tahun 1997 dan mengimplementasikan beberapa perundang-undangan yang
mengatur berbagai aspek dalam cyberlaw seperti UU Kejahatan Komputer, UU
Tandatangan Digital, UU Komunikasi dan Multimedia, juga perlindungan hak cipta
dalam internet melalui amandemen UU Hak Ciptanya.
Computer
Crime Act (Akta Kejahatan Komputer) yang dikeluarkan oleh Malaysia adalah
peraturan Undang-Undang (UU) TI yang sudah dimiliki dan dikeluarkan negara
Jiran Malaysia sejak tahun 1997 bersamaan dengan dikeluarkannya Digital
Signature Act 1997 (Akta Tandatangan Digital), serta Communication and
Multimedia Act 1998 (Akta Komunikasi dan Multimedia).
Computer Crime Act sendiri mencakup :
·
Mengakses material komputer tanpa ijin
·
Menggunakan komputer untuk fungsi yang lain
·
Memasuki program rahasia orang lain melalui komputernya
·
Mengubah / menghapus program atau data orang lain
·
Menyalahgunakan program / data orang lain demi kepentingan pribadi
·
Council of Europe Convention on Cyber
Crime
Council
of Europe Convention on Cyber Crime adalah dewan yang membuat perjanjian internasional untuk mengatasi kejahatan komputer
dan kejahatan internet yang dapat menyelaraskan hukum nasional, meningkatkan
teknik investigasi dan meningkatkan kerjasama internasional. Counsil of Europe Convention on Cyber Crime merupakan hukum yang
mengatur segala tindak kejahatan komputer dan kejahatan internet di Eropa yang
berlaku pada tahun 2004, dapat meningkatkan kerjasama dalam menangani segala
tindak kejahatan dalam dunia IT.
Council of Europe Convention on
Cyber Crime berisi Undang-Undang Pemanfaatan Teknologi Informasi (RUU-PTI) pada
intinya memuat perumusan tindak pidana. Council of Europe
Convention on Cyber Crime ini juga terbuka untuk penandatanganan oleh
negara-negara non-Eropa dan menyediakan kerangka kerja bagi kerjasama
internasional dalam bidang ini. Jadi tujuan adanya konvensi ini adalah untuk
meningkatkan rasa aman bagi masyarakat terhadap serangan cyber crime, pencarian
jaringan yang cukup luas, kerjasama internasional dan penegakkan hukum
internasional.
Jadi kesimpulan
perbandingan dari ketiganya yaitu, Cyber law merupakan sebuah hukum yang
berlaku di dunia maya yang dibuat oleh masing masing negara dimana hukum ini
berlaku pada masyarakat negara tersebut. Computer Crime Act
adalah undang undang yang mengatur terkait penyalahgunaan computer di Malaysia.
Sedangkan Council of Europe Convention on Cyber Crime adalah suatu organisasi
untuk mengatasi kejahatan computer dan kejahatan interntet serta meningkatkan
rasa aman bagi masyarakat terhadap serangan cyber crime. Perbandingan dari ketiganya
terlihat pada cakupan hukum itu sendiri dimana Cyber law untuk satu negara,
Computer Crime Act khusus untuk negara Malaysia dan Council of Europe
Convention on Cyber Crime untuk masyarakat internasional.
2. UU No. 19 tentang hak cipta ketentuan
umum, lingkup hak cipta, perlindungan hak cipta, pembatasan hak cipta, prosedur
pendaftaran HAKI
UU No.
19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta menyatakan bahwa Hak Cipta adalah hak yang
mengatur karya intelektual di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra yang
dituangkan dalam bentuk yang khas dan diberikan pada ide, prosedur, metode atau
konsep yang telah dituangkan dalam wujud tetap. Pemakaian ciptaan tidak
dianggap sebagai pelanggaran hak cipta jika sumber disebutkan dengan jelas dan
hal ini pun dilakaukan terbatas yang untuk kegiatan non komersial termasuk
kegiatan sosial seperti kegiatan dalam lingkup pendidikan dan ilmu pengetahuan,
kegiatan penelitian dan pengembangan, dengan ketentuan tidak merugikan
kepentingan yang wajar dari penciptanya. Menurut UU No. 19 Tahun 2002 pasal 13
terdapat pengecualian untuk beberapa ciptaan seperti hasil rapat terbuka lembaga-lembaga Negara, peraturan
perundang-undangan, pidato kenegaraan atau pidato pejabat Pemerintah, putusan
pengadilan atau penetapan hakim, ataupun keputusan badan arbitrase atau
keputusan badan-badan sejenis lainnya (misalnya keputusan-keputusan yang
memutuskan suatu sengketa).
Prosedur untuk pendaftaran HAKI yang telah diberlakukan
Dirjen diantaranya :
·
Mengisi formulir pendaftaran ciptaan rangkap empat
·
Surat permohonan pendaftaran
·
Bukti prioritas asli
·
Bukti biaya permohonan paten
·
Pemohon juga wajib melampirkan surat kuasa, apabila permohonan pendaftaran
paten diajukan melalui konsultan selaku kuasa. Surat peralihan hak,
apabila permohonan diajukan oleh pihak
ain yang bukan penemu. Deskripsi, klaim, abstrak serta gambar masing-masing
ragkap 3.
·
Terdapat syarat dalam penulisan deskripsi, klaim dan abstrak seperti
diketik dikertas HVS, setiap lembar deskripsi, klaim, dan gambar diberi nomor
urut angka arab dan lain-lainnya.
·
Permohonan pemeriksaan substantive diajukan dengan cara mengisi formulir
yang telah disediakan dengan melampirkan bukti pembayaran biaya permohonan
sebesar Rp. 2.000.000-,
3. UU No. 36 tentang telekomunikasi: Azas
dan tujuan telekomunikasi, penyidikan, sangsi administrasi dan ketentuan pidana
UU nomor 36 yang mengandung 64 pasal dan 19
bab tentang telekomunikasi merupakan undang-undang yang mengatur segala jenis
penyelenggaraan penggunaan telekomunikasi di Indonesia, yang mana
penyelenggaraannya yang saya ketahui dari berbagai sumber ada 3 yaitu,
penyelenggaraan jaringan telekomunikasi, penyelenggaraan jasa telekomunikasi
dan penyelenggaraan telekomunikasi khusus. Undang-Undang No. 36 Tahun 1999
berisikan azas dan tujuan telekomunikasi, penyelenggaraan telekomunikasi,
penyidikan, sangsi administrasi dan ketentuan pidana.
Namun
kita perlu mengetahui juga adakah keterbatasan UU telekomunikasi tersebut dalam
mengatur penggunaan teknologi informasi dimana keterbatasan UU ITE dalam
mengatur pengunaaan teknologi adalah terletak pada sikap individu yang memiliki
kebebasan yang tidak bisa dikontrol, sedangkan pada UU ITE No 36 sendiri hanya
berfungsi sebagai pengatur dari penyelengara telekomunikasi antara
penyelenggara dan pemakai jasa, serta UU ini juga tidak begitu kuat karena
tidak ada peraturan secara spesifik mengenai tindakan seseorang apabila
melakukan pelanggaran, karena masih banyaknya tindakan kriminalitas di dunia
maya terutama di Indonesia.
4. UU tentang Informasi dan transaksi
Elektronik (ITE) peraturan lain yang terkait (peraturan bank Indonesia tentang
internet banking)
Pokok pikiran dalam undang-undang
informasi dan transaksi elektronik diantaranya terdapat pada undang-undang no
11 tahun 2008 dan pasal-pasalnya dari pasal 8 sampai 13, yang isinya mengenai
pengakuan informasi, bentuk tertulis, tanda tangan, bentuk asli & salinan,
catatan elektronik, pernyataan &
pengumuman elektronik. Sedangkan untuk transaksi eletronik terdiri dari pasal
14 sampai 21, yang isinya mengenai, pembentukan kontrak, pengiriman & penerimaan
pesan, syarat transaksi, kesalahan transkasi, pengakuan penerimaan, waktu,
lokasi pengiriman & penerimaan pesan, notarisasi, pengakuan &
pemeriksaan, dan catatan yang dapat dipindahtangankan.
Internet Banking (e-banking) adalah
salah satu pelayanan jasa bank yang memungkinkan nasabah untuk memperoleh
informasi, melakukan komunikasi dan melakukan transaksi perbankan melalui
jaringan internet. Bank penyelenggara e-banking harus memiliki wujud fisik dan
jelas keberadaannya dalam suatu wilayah hukum. Bank Indonesia tidak
memperkenankan kehadiran bank visual dan tidak memiliki kedudukan hukum.
E-banking dipandang bank Indonesia merupakan salah satu jasa layanan perbankan,
sehingga bank bersangkutan harus memiliki jasa layanan seperti layaknya bank
konvensional.
Oleh
karena itu, perbankan harus meningkatkan keamanan e-banking seperti melalui
standarisasi pembuatan aplikasi e-banking, adanya panduan bila terjadi fraud
dalam e-banking dan pemberian informasi yang jelas kepada user.
Ketentuan/peraturan
untuk memperkecil resiko dalam penyelenggaraan E-banking, yaitu:
·
Surat keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 27/164/KEP/DIR tanggal 31
Maret 1995 tentang penggunaan teknologi system informasu oleh bank.
·
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan konsumen.
·
Ketentuan Bank Indonesia tentang penerapan Prinsip mengenai nasabah
· Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen
Risiko bagi Bank Umum.
·
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/18/DPNP tanggal 20 April 2004 tentang
Pedoman Penerapan Manajemen Risiko pada Aktivitas Pelayanan Jasa Bank Melalui
Internet
Sumber
:
0 komentar:
Posting Komentar