• Join Us on Google Plus!

Minggu, 03 Juli 2016

PROPOSAL PEMBUATAN FILM “TREASURE”

Juli 03, 2016 // by Unknown // No comments

I. LATAR BELAKANG

Film adalah karya cipta seni dan budaya yang merupakan salah-satu media komunikasimassa audiovisual yang dibuat berdasarkan asas sinematografi yang direkam pada pitaseluloid, pita video, piringan video, dan/atau bahan hasil penemuan teknologi lainnya dalamsegala bentuk, jenis dan ukuran melalui proses kimiawi, proses elektronik, atau proseslainnya, dengan atau tanpa suara, yang dapat dipertunjukkan dan/atau ditayangkan dengan sistem proyeksi mekanik, elektronik, dan sistem lainnya.
Film merupakan salah satu hiburan bagi masyarakat yang menontonnya. Tergerak dari hal itu maka akan dibuat suatu film yang berjudul Treasure yang diharapkan dapat menghibur masyarakat yang menontonnya.


II. TUJUAN

Tujuan pembuatan film ini adalah :
1. Mengembangkan potensi anak agar mampu bersaing di era teknologi sekarang
2. Mengembangakn potensi dalam seni peran
3. Memberikan hiburan kepada masyarakat


III. SASARAN

Sasaran kegiatan pembuatan film “Treasure” ini adalah masyarakat dari semua kalangan mulai dari anak-anak hingga dewasa


IV. PELAKSANA

Dalam pembuatan film “Treasure” ini akan dilaksanakan oleh beberapa orang kru sebagai berikut :
1. Director : Umar Surya
2. Co. Director : Radityatama
3. Script writer : Tya
4. Visual Effects : Umar Surya
5. Editor : Semua kru
6. Design Grafis : Radityatama
7. Camera Op. : Villa
8. Co. Camera Op. : Fauzan
9. Sound Effects :  Tri Agung
10. Co. Sound Effects : Ramdani
11. Lightning : Sudiargo & Rifandi
12. Make-Up : Adela
13. Artisitik : Saepulloh & Nurmala



V. WAKTU DAN TEMPAT PELASANAAN

Waktu dan tempat pelaksanaan pembuatan film “Treaseure” diatur sebagai berikut:
25-8-2016 Sekolah
26-8-2016 Taman
27-8-2016 Hutan
28-8-2016 Rumah kru
29-8-2016 Kota
1 -9-2016 Pemakaman

Nb: Jadwal dapat berubah sewaktu-waktu.



VI. HASIL YANG DIHARAPKAN

Dengan pelaksanaan kegiatan pembuatan film “Treasure” ini diharapkan dapat diterima dan  membuat masyarakat terhibur.


VII. ANGGARAN BIAYA

Kegiatan pembuatan film ini memerlukan biaya sebesar Rp 500.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah) dengan rincian sebagai berikut:

Jenis Pemasukan Pengeluaran
Swadana Rp 130.000,00
Perlengkapan Rp150.000,00
Transportasi Rp 20.000,00
Konsumsi Rp 60.000,00
P3K Rp 8000,00


Kekurangan dana Rp 132.000,00



VIII. PENUTUP

Demikian proposal ini kami buat dengan harapan para donatur dapat memberikan bantuan sehingga kekurangan dana sebesar Rp 132.000,00 (seratus tiga puluh dua ribu rupiah) dapat tertutup.Atas kesediaan para donator untuk memberikan bantuan kepada kami, diucapkan terima kasih.

Jumat, 01 Juli 2016

TAK SEPADAN

Juli 01, 2016 // by Unknown // No comments

Aku kira:
Beginilah nanti jadinya
Kau kawin, beranak dan berbahagia
Sedang aku mengembara serupa Ahasveros
 
Dikutuk-sumpahi Eros
Aku merangkaki dinding buta
Tak satu juga pintu terbuka
 
Jadi baik juga kita padami
Unggunan api ini
Karena kau tidak ‘kan apa-apa
Aku terpanggang tinggal rangka

Aku Ditampaki "Dia-yang-Tidak-Kelihatan-Wajahnya"

Juli 01, 2016 // by Unknown // No comments

Hari ini aku berangkat ke Jogja untuk memulai proyek renovasi jembatan. Bos Eko, mandorku, sudah mengontak kemarin. Aku tidak sendiri, ada empat kawan yang ikut dalam rombongan: Slamet, Jaswadi, Wagiran, dan Kismiadi.

Kami berangkat jam 12.00-an, karena menanti semua ngumpul di rumah Jaswadi. Perjalanan dari Kebumen ke Jogja sendiri membutuhkan waktu 3-4 jam. Karena perlu mencari lokasi juga, kami sampai di tempat proyek jam 5-an lebih.

Kami mulai kerja keesokan harinya. Dan kami memutuskan menginap di tempat proyek. Di mana, pada malam hari, kami tidur di buk - rumah-rumahan yang terbuat dari triplek, biasanya untuk meletakkan perlengkapan kerja proyek. Tapi, kami tidur di luar tanpa dinding dan hanya dialasi triplek yang telah dibentuk sedemikian rupa menyerupai tempat tidur. Tak masalah bagi orang macam kami tidur di mana pun.

Kami semua tidur jejer-jejer bak ikan asin dijemur. Lelah akibat perjalanan jauh, ditambah lampu putih yang cuma 8 watt sehingga remang-remang, membuat kami lebih cepat tertidur pulas.

Di seperempat malam, aku ngililir (terbangun, red.). Aku yang terlentang melihat ke ujung kakiku. Kulihat ternyata ada seseorang tidur melintang. Seseorang itu memakai celana warna putih, baju putih, dengan muka yang tidak terlihat jelas - karena remang-remang. Sebetulnya aku ingin membangunkan temanku. Tapi, rasa takut menguasaiku, sehingga aku hanya bisa terdiam saja. Tidak berani menggerakkan apa-apa.

*

Keesokan harinya, ketika makan siang dan kumpul-kumpul istirahat, aku bercerita mengenai kejadian semalam.

"Eh, semalam aku diweruhi (dilihati, red.) orang pake baju putih. Aku diem aja enggak bicara apa-apa," ungkap Jaswadi.

"Weh, ternyata Pak Jas juga melihat tho?" tanyaku, "Kupikir cuma aku saja. Tadinya, aku mau bangunin yang lainnya. Tapi, aku takut. Jadi, diem aja tanpa gerak."

"Iyo, aku juga ngelihat," imbuh Wagiran.

"Hmm, harusnya pada bangun, terus ditanya, 'Heh, siapa kamu?!'" kata Sunar, kepala pelaksana proyek itu. Diiringi suara tawa yang lain.

Aku kemudian baru mengerti kalau di sekitaran proyek renovasi jembatan itu, banyak sekali "hal-hal yang tak kasat mata". Beberapa hari berikutnya, sebelum aku memutuskan berhenti karena tak kuat diganggu setiap malam, penampakan demi penampakan terus terjadi. Yang berani tetap meneruskan kerja di proyek renovasi jembatan itu.

Siluet hitam itu...

Juli 01, 2016 // by Unknown // No comments

Sekitar pukul 23.15 malam kemarin, aku tidak bisa tertidur sama sekali dibanding biasanya. Entah kenapa aku belum mengantuk sama sekali. Padahal, jam segitu biasanya aku sudah tertidur pulas. Lantaran belum mengantuk, aku memainkan game di PSP sambil tidur-tiduran. Sedang asyik main PSP, aku mendengar suara langkah kaki dan siluet hitam berjalan ke arah dapur.

Aku mengira ayahku sedang ke dapur - kamarku bersebelahan dengan dapur. Kutunggu-tunggu lama betul ayah ke dapur. Ngapain coba? "Nelor?" [:D]. Tapi, aku mengacuhkan pikiranku itu dan tetap memainkan game di PSP. Tiba-tiba bulu kudukku merinding, badanku mendadak panas, jantungku berdetak kencang. Dan ketika ekor mataku melirik gorden kamar, ternyata ada siluet hitam berdiri di sana.

Sumpah, aku ketakutan setengah mati. Mungkin saking takutnya, aku sampai tak bisa berteriak. Aku hanya bisa berdoa di dalam hati. Sementara keringat dingin mengalir deras di sekujur tubuhku. Setelah beberapa menit, akhirnya siluet itu menghilang. Aku pun mendadak bisa bergerak. Jujur, aku ketakutan dan jadi tak bisa tidur. Makhluk haluskah siluet hitam itu? Entahlah...

Kutukan Kucing Hitam

Juli 01, 2016 // by Unknown // No comments

“Pa, nggak sarapan dulu?” Hana, istri Joon, bertanya saat melihan Joon sudah keluar.

“Nggak, aku udah telat. Bang Abi minta kita semua kumpul jam 7 pagi. Soalnya ada meeting!” Joon berkomentar seraya memakai sepatunya.

Hana hanya bisa manggut-manggut mendengar penjelasan Joon, toh dia juga tidak mengerti apa yang Joon katakan. Dia hanya bisa melihat suaminya itu seperti orang terburu-buru. Tidak seperti biasanya.

Tanpa memanasi motor terlebih dulu, Joon langsung ngacir begitu mesin motornya menyala. Dia langsung ngebut walau masih berada di dalam gang rumahnya. Akibatnya, begitu seekor kucing hitam meloncat turun dari atas pohon, tepat di depan track jalan Joon, Joon terkejut dan langsung mengerem motornya. Sayangnya, rem yang diinjak Joon telat menghentikan laju motornya. Kucing hitam itu sudah terlindas, dan lebih parah lagi sudah hilang nyawa.
“Aduh, sial!” pekik Joon, demi melihat kucing hitam yang isi perutnya sudah terburai ke mana-mana. Bau amis mulai menguar-nguar ke udara.

Joon terdiam meragu. Di benaknya muncul dua pilihan, menguburkan bangkai kucing atau meneruskan perjalanan menuju kantor. Mau tak mau, akhirnya, Joon memilih opsi kedua. Joon kasihan dengan kucing itu, yang sudah mati mengenaskan. Karena itu, Joon merasa memiliki tanggung jawab untuk mengubur bangkai kucing itu sendiri, sehingga pasti membuat dirinya telat sampai ke kantor. Dia berinisiatif menelepon Bang Abi dan mengatakan dengan sejujur-jujurnya apa yang tengah menimpanya.

“Halo, Bang,” tukas Joon begitu hapenya telah terkoneksi dengan hape Bang Abi.

“Ya, gimana Joon?” sahut Bosnya.

“Bang, sorry nih, kayaknya gue bakal telat ngantor.”

“Kenapa emangnya?”

“Gue barusan ngelindes kucing. Mau gue urusin dulu.”

“Emang ngelindes kucing dimana lo?”

“Di gang keluar rumah gue, Bos.”

“Oh yaudah, lo urusin dulu itu kucing, nanti kalo udah selesai secepatnya lo kemari, okay?”

“Okay, Bos.”

***

Sesampainya di kantor, Joon memang telat. Meeting telah selesai. Dia cuma bisa mengabsen dirinya dan melanjutkan jalan ke toko. Sewaktu hendak keluar dari pintu, Joon bertemu dengan Mbak Indri, karyawan paling senior di bagian sales. Mbak Indri menanyakan apa yang telah terjadi secara detail pada Joon karena tadi sewaktu meeting Bang Abi—Bos mereka berdua—mengatakan jika Joon telah menabrak seekor kucing waktu berangkat. Makanya, dia akan telat ke kantor karena mengurusnya terlebih dulu.

Mbak Indri pun bertanya, “Terus apa yang lo lakuin sama tuh kucing?”

“Gue kuburinlah, makanya gue telat.”

“Bagus, lo udah ngelakuin hal yang bener,” komentar Mbak Indri, “Eh tapi, lo nguburinnya pake baju yang lo pake pas nabrak kan, Joon?”

“Nggak tuh. Gue nguburinnya pake kain bekas.”

“Duh,” Mbak Indri menepuk jidatnya, “Kenapa nggak pake salah satu pakaian yang lo pake pas nabrak?”

“Gile aja lo, baju baru dibeliin bini buat ngubur kucing!”

“Bukan gitu masalahnya, Joon. Menurut mitos, kalo ada orang yang nabrak kucing sampai mati, emang harus mengubur bangkai kucing itu secara layak. Dan dibungkus dengan kain atau pakaian yang dipakai orang itu pas nabrak si kucing. Kalo nggak, bisa-bisa yang nabrak dapat musibah.”

“Ah, lo, Mbak, masih aja percaya mitos-mitosan kayak gitu. Gue nguburin juga karena kasihan aja ngelihat kucing itu,” Joon menimpali perkataan Mbak Indri.

“Ya, gue cuma ngasih tauk lo kalau adatnya emang biasa begitu. Percaya nggak percaya sih.”

Joon mengedikkan bahu. Tampaknya dia memilih tak mempercayai mitos itu. ‘Bagaimana bisa arwah kucing mati menuntut balas?’ gerutunya dalam hati. ‘Aneh-aneh aja, urusan hidup dan mati kan sepenuhnya milik Tuhan. Lagian, hare gene masih percaya sama mitos, ck… katrok!’

Keduanya kemudian berpisah untuk pergi ke toko masing-masing. Joon memasukkan kunci motor dan setelah menyala, dia langsung bablas keliling ke toko langganannya.

Baru jalan sekitar 5 menit, Joon merasakan hape yang diletakkan di saku celana jeansnya bergetar-getar—tanda ada seseorang yang menghubunginya. Dia menepikan motornya untuk mengangkat telepon. Sebelum mengangkat, Joon sempat melihat layar hapenya sekilas. Di situ tertera nama istrinya, Hana.

“Halo, Ma.” Dari seberang telepon, terdengar suara Hana menangis sesenggukan. “Maaa… ada apa?” tanya Joon kebingungan.

“Pa, huuhuu huuhuu… Bapak nggak ada.”

“Nggak ada gimana?” Joon makin penasaran. Karena, tidak ada kabar yang mengatakan jika Bapak mertuanya itu sakit keras sebelumnya.

“Huuhuu… Bapak meninggal tadi.”

“Apa?!” Deg. Degub jantung Joon serasa berhenti sejenak mendengar pernyataan istrinya. “Inalillahi, kapan?”

“Belum lama. Katanya ditabrak motor gara-gara mau nyelamatin kucing.”

Joon mengernyit, ‘Kucing?’ Pikirannya segera melintas pada kejadian tadi pagi sewaktu dia berangkat ke kantor dan omongan Mbak Indri barusan sebelum dia jalan ke toko. ‘Kutukan kucing hitam?’

“Paaa…” Panggilan Hana memecah lamunan Joon.

“Ya?”

“Yaudah, cepet pulang. Kita ke rumah Bapak.”

“Ya, ya. Papa langsung pulang. Nih mau izin dulu sama kantor. Kamu tunggu sebentar ya?”

Joon segera mengurungkan niatnya untuk pergi ke toko dan menghubungi kantor untuk minta izin. Kemudian, dia mengarahkan laju motornya, pulang.

Shift Malam Sendirian

Juli 01, 2016 // by Unknown // No comments

Plonga-plongo aku di dalam warnet. Tak ada kawan malam ini. Sehingga kesuntukan mulai menguasaiku. Menjadi penjaga warnet memang ada suka maupun dukanya. Sehingga kesuntukan mulai menguasaiku. Menjadi penjaga warnet memang ada suka maupun dukanya. Sukanya, aku bisa mengakses internet full dan gratis pula. Dukanya, yeah, seperti malam ini, jaga warnet sepi pengunjung.

Di luar hujan turun rintik-rintik. Hawa dingin memberiku rasa kantuk. Aku menguap. Jam menunjukkan pukul 11.48. Hampir tengah malam. Walau mengantuk, aku tetap memantau layar monitor dan jari-jariku menari di atas papan ketik. Aku sedang menulis postingan di blog. Yeah, aku nyambi jadi blogger mata duitan yang mencari duit lewat iklan-iklan. Belum menghasilkan sih. Itu pula yang motivasiku menjadi penjaga warnet.

Di saat seperti itu, seorang wanita berblazer masuk ke warnet yang kujagai. Wanita itu langsung nyelonong masuk saja tanpa menyapaku terlebih dulu. Aku melihat wanita itu yang masuk ke bilik nomor 13. Bilik itu letaknya agak jauh di belakang dekat wc.

'Ah, paling mau akses,' pikirku.

Makanya, aku melanjutkan ngetik. Namun, selang 10 menit, ketika aku ngecek akses komputer bilik 13 di komputer server utama, tak ada tanda komputer itu dinyalakan dan diakses. Aku beranjak dari kursiku untuk ke bilik 13. Aku hanya mau bertanya pada wanita itu, apakah jadi mengakses. Jika tidak sebaiknya dia pergi saja.

Waktu aku membuka bilik 13, ternyata tidak ada siapa-siapa. 'Lha, ke mana wanita itu ya?' tanyaku dalam hati. Deg. Aku segera menyadari sesuatu dan segera kembali ke depan. 'Wah, barang enggak nih,' tukasku dalam hati.

Tepat ketika aku duduk di kursiku kembali, seorang membuka pintu depan, yang membuatku terkejut setengah mati. "Aaaa... Aaaa... Aaaa!!!" Aku berteriak sekencang-kencangnya.

"Heh, kenapa kamu?" tanya orang itu. Yang ternyata adalah Bang Rojan - pemilik warnet yang kujagai ini.

Aku mengelus dada. Somplak. Aku syok betul. "Aku kira siapa Bang," kataku.

Dia langsung duduk di sebelahku. Aku kemudian cerita pada Bang Rojan. Bang Rojan hanya tersenyum. "Yaudah besok, kalau warnet sepi lagi, kamu sms aku aja ya."

Aku mengangguk-angguk. Sial, amsyong banget aku malam ini.

Tayangan Televisi Merusak Moral Anak Bangsa

Juli 01, 2016 // by Unknown // 1 comment

Pengaruh media seperti halnya televisi terhadap anak makin besar, namun bukan pengaruh positif yang diberikan melainkan pengaruh negatif yang banyak diterima. Saat ini hampir seluruh stasiun televisi menyiarkan acara-acara yang bisa dikatakan minim manfaat untuk anak-anak. Mungkin pada tahun 2000an kita masih melihat acara-acara televisi yang diperuntukan untuk anak-anak seperti acara kartun dan sebagainya pada hari minggu. Zaman memang semakin maju dan modern namun tidak berlaku untuk acara televisi di Indonesia karena bukannya mengalami kemajuan melainkan mengalami kemunduran dari sudut pandang pesan yang disampaikan terutama untuk anak-anak. 

Katakan saja dalam satu minggu anak-anak menonton TV sekitar 17 jam. Apa yang mereka dapatkan dan pelajari pada waktu yang selama itu? yang mereka dapat adalah kekerasan dapat menyelesaikan masalah, sama halnya yang dipertontonkan di sinetron-sinetron saat ini. Selain itu, mereka juga hanya belajar duduk di rumah, menonton, dan bermalas-malasan, bukannya bermain diluar ataupun berolahraga. Hal ini membuat anak bukan bertambah cerdas melainkan menghambat kecerdasan anak untuk berkembang, karena dengan menonton dan bersantai maka anak akan kurang berinteraksi dengan orang diluar dan pada akhirnya kecerdasan berinteraksi tak akan tumbuh sehingga anak dapat dikatakan "kuper".

Menurut penelitian beberapa ahli, kalangan anak merupakan kalangan yang paling mudah terkena dampak negatif dari siaran televisi. Penelitian tahun 2012 menyatakan bahwa jumlah jam menonton televisi pada anak lebih kecil jika dibandingkan jam belajar disekolah. Jumlah jam menonton televisi pada anak adalah 1.560-1.820 jam /tahun sedangkan jumlah jam belajar disekolah hanya 1000 jam/tahun. Tentunya jika melihat angka tersebut maka kita sebagai orang tua harus bertindak agar hal yang lebih buruk tak akan terjadi pada anak kita.

Menurut Kidia, menyatakan bahwa pada tahun 2014 lalu dari seluruh tayangan televisi, yang aman untuk ditonton anak-anak hanyalah sekitar 15% saja. Angka yang sangat kecil tentunya jika dibandingkan dengan tontonan televisi Indonesia yang sangat banyak. 

Mengapa kita harus mengurangi menonton televisi? Pertanyaan tersebut sebenarnya pertanyaan yang sampai saat ini jarang dilontarkan oleh banyak orang dan hanya sebagian kecil saja orang yang berfikiran seperti itu. Banyak dampak negatif dari menggunakan televisi apalagi secara berlebihan. Anak-anak harus dijaga dari kebiasaan menonton televisi, seperti halnya penelitian yang diadakan Dokter spesialis anak di Eropa yang menyatakan bahwa televisi dapat mengganggu perkembangan orak pada anak misalnya saja pada anak yang berusia 0-3 tahun akan mengalami kesulitan bicara karena perkembangan otak terganggu dan selain itu juga menghambat daya paham anak akan suatu hal.

Selain itu, televisi juga ternyata bisa mendorong anak menjadi konsumtif. Hal ini karena anak-anak adalah target sebagian besar periklanan karena anak-anak dinilai mudah terhasut iklan dan yang jelas orang tua mau tidak mau harus membelikan produk tersebut karena paksaan si anak. Bukan hanya itu saja, anak yang gemar menonton televisi juga bisa mempengaruhi sikap anak. Ingatkah dulu ketika salah satu stasiun televisi menayangkan acara gulat internasional yang bebas dipertontonkan anak-anak? apakah anda ingat tentang anak yang meninggal akibat tontonan itu? jika anda ingat maka seharusnya anda sadar bahwa tayangan televisi berbahaya untuk anak anda. Televisi juga dapat mengurangi daya konsentrasi anak, mengurangi kreatifitas, membentuk pola pikir sederhana, mengganggu semangat belajar, dan bahkan dapat membuat kemungkinan obesitas pada anak semakin meningkat.

Sangat banyak dampak-dampak kecil dari dampak besar yang telah disebutkan di atas. Hal ini tentunya dapat membuat orang tua sadar bahwa membiarkan anak menonton televisi dapat mengganggu perkembangan anak. Namun perlu diketahui, menonton televisi sebenarnya boleh-boleh saja dan tidak dilarang. Tetapi orang tua perlu memanage kapan anak harus menonton dan kapan harus belajar. Dalam hal ini tentunya diperlukan kedekatan dan pemahaman yang baik antara anak dan orang tua.

Pendidikan dari Kehidupan

Juli 01, 2016 // by Unknown // No comments

Pendidikan adalah sebuah usaha atau upaya seorang pendidik untuk mmbuat seorang atau anak didik bisa mengembangkan potensi diri mereka yang diberikan oleh sang khalik secara terencana, potensi tersebut bisa berupakekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.

Penyelenggaraan pendidikan tentunya memiliki maksud dan tujuan yang mulia akan tetapi terkadang ada penyelewengan yang terjadi di pendidikan. Tatkala seorang pendidik tidak mengerti dengan baik arti dan filosofi pendidikan, berangkat dari hal ini tentunya penyusun system pendidikan seperti di Indonesia sudah dilakukan dengan baik sesuai dengan filosofi pendidikan. Jadi system pendidikan di Indonesia sudah berusaha memenuhi krtiteria-kriteria dalam menjalankan pendidikan.

Pendidik adalah sebuah pekerjaan mulia bukan ajang untuk memeroleh penghasilan, ini yang patut kita tanamkan pada diri seorang pendidik. Tatkala pekerjaan pendidik dipilih lantaran karena ingin memperoleh pendapatan atau penghasilan akan terjadi penyimpangan di dunia pendidikan. Pendidik tidak akan bekerja dengan ikhlas, pendidik akan menganggap profesi sebagai seorang pendidik bukan untuk menggali potensi yang dimiliki seorang anak didik.

Pendidikan sebuah keharusan yang harus dilakukan oleh semua manusia yang berada di atas bumi ini. Pendidikan yang ditempuh bisa melalui formal dan informal, tergantung dari kesempatan dan kemauan dari seorang anak didik. Jangan pernah berpikir pendidikan hanya ditempuh di bangku sekolah akan tetapi pendidikan bisa juga ditempuh diluar sekolah seperti kursus keterampilan.

Pendidikan yang sering dilupakan adalah pendidikan yang kita bangun sendiri, pendidikan yang dimaksud di sini adalah belajar dari kehidupan di sekitar kita. Mungkin beberapa ahli berpendapat kalau hal tersebut bukan termasuk kategori pendidikan tapi menurut penulis belajar dari tiap kejadian dari kehidupan jauh lebih hebat disbanding belajar dari buku-buku yang banyak tersedia di perpustakaan.

Patut kita tengok kembali, buku yang beredar adalah sebuah karya tulis yang dituangkan dari hasil pengalaman-pengalaman hidup seorang penulis. Berarti dapat kita simpulkan penulis belajar dari kehidupan, dana hasil pembelajaran dari kehidupan disimpan dalam sebuah karya tulis yang kita baca sekarang.
Jadi sangat wajar, jika kita membaca sebuah buku dan kita tidak mengerti isi buku tersebut karena memang kita belum pernah mengalami pengalaman dalam kehidupan seperti yang penulis alami dalam kehidupan penulis.

Suara tangis di ruang tengah

Juli 01, 2016 // by Unknown // No comments

“Ssst... elo diem dulu deh sebentar,” kata Nurul. Mukanya seperti orang yang sedang mencoba memperhatikan sesuatu.

“Eh, kenapa, Rul?” gue bertanya. Bingung dengan tingkah Nurul.

“Elo denger suara anak kecil nangis enggak?”

“Anak kecil?” Gue mencoba memasang kuping lebih baik lagi. Tak berapa lama kemudian, setelah mengecilkan volume mp3 di BlackBerry Curve 9300, lamat-lamat gue mendengar suara itu - yang makin lama makin terdengar keras. “Eh iya. Itu suara siapa ya?”

“Ya elo lah yang tahu. Kayaknya di ruang tengah deh. Tengokin dulu gih. Siapa tahu itu suara Gendis.”

Gue bangkit untuk kemudian keluar kamar menuju ke ruang tengah. Gue celingukan, terus gue panggil-panggil Teh Nila, tapi tak ada sahutan. Gue juga panggil Gendis, anaknya Teh Nila, juga tak terdengar sahutan balik. Mungkin sedang keluar. ‘Ah, mungkin suara bocah di luar,’ gumam gue. Gue pun balik ke kamar lagi. Dan menemukan Nurul, melihat gue dengan tatapan bertanya.

“Siapa?”

Gue hanya bisa mengedikkan bahu. “Enggak tauk. Gue cari-cari di ruang tengah enggak ada siapa-siapa.”

“Gendis?”

“Bukan. Gue panggil Gendis sama Teh Nila enggak ada. Paling juga anak di luaran,” sahut gue.

“Masak?” tanya Nurul, “Dari tadi, gue masih ngedenger. Tuh, kedengeran lagi. Elo denger enggak?”

Gue coba memperhatikan lagi. Dan memang suara anak kecil menangis kembali terdengar. Tapi, gue yakin kok kalau suara itu tak berasal dari ruang tengah melainkan dari luar rumah.

“Tapi…” tukas Nurul.

“Yaudah, biar elo lebih yakin,”gue mendengus. ‘Enggak percayaan banget jadi orang.’
Kami berdua pun mengecek bersama-sama ke ruang tengah. Namun, betapa terkejutnya gue ketika menemukan boneka anak kecil teronggok di sofa. Padahal, tadi gue tak melihat apapun. Sontak gue mengajak Nurul kembali ke kamar.

“Mending kita ke kamar aja Yuk,” ajak gue.

“Eh, kenapa?” tanya Nurul.

“Nanti gue jelasin.”

Mendengar kata-kata itu, raut wajah Nurul berubah. Tampaknya dia mengerti dengan maksud gue. Kami membalikkan tubuh, ketika sebuah tangan menyentuh bahu kami, dan berkata.

“Kalian mau ke mana?”

Tanpa perlu menengok, kami pun sukses pingsan.

*

“Wi, bangun…” seseorang menepuk pipiku. Yang ternyata Teh Nila dan Gendis. Gue langsung duduk dan mencari Nurul yang masih pingsan. Gue kemudian membangunkan dia. Lalu, kami menceritakan apa yang telah kami alami kepada Teh Nila. Namun, Teh Nila hanya tersenyum. Dan begitu gue melihat Gendis membawa boneka anak kecil, tahulah gue kalau yang membawa boneka itu adalah Gendis. Bukan hantu.

Gue mengelus dada. Begitu pula Nurul. Kami kembali ke kamar. Namun, begitu, gue melihat ke arah boneka itu, gue terkejut melihat itu boneka mengedip-ngedip matanya. “Ahhh…” gue kembali sukses pingsan lagi.

Di rumah joys

Juli 01, 2016 // by Unknown // No comments

Malam itu, aku dan tiga kawanku yang rada aneh berencana latihan band. Karena, Joys masih sekolah malam itu, aku disuruh menunggu dirumah Joys. Terus nanti nyamper ke rumah Milo, karena rumah dia agak jauhan dari rumah aku. Waktu jam menunjukkan pukul 4 sore, aku berangkat ke rumah Joys. Sesampainya di sana, ternyata orang tua Joys sudah menanti kedatanganku. Lantaran mereka mau pergi dan aku disuruh menjaga rumah mereka sambil menunggu Joys pulang. Sebelum orang tua Joys pergi, mereka berpesan padaku.

"Chucky, kamu nunggu Joys di atas aja ya. Soalnya di bawah enggak ada hiburan. Di atas ada PS3, DVD, atau kalau kamu mau akses internet juga bisa. Kalau kamu laper tinggal ke bawah aja, om sedia banyak makanan kok. Tapi..." bapaknya Joys berhenti bicara.

"Tapi, kenapa om?" tanyaku.

"Hmm, kalau ada suara-suara aneh cuekin aja ya..."

Glek. Aku menafsir ada sesuatu yang tak "enak" di rumah ini. Aku melihat jam di tangan, sekitar sejam lagi Joys pulang sekolah. Tak apalah, pikirku, lagipula dapat makanan dan bisa mainan PS3 gratis. Kapan lagi?

"Beres om," pungkasku meyakinkan orang tua Joys.

Mereka pun pergi meninggalkan rumah dengan mengendarai mobil sedan Jazz yang mereknya berlogo H. Sepeninggalnya mereka, aku masuk rumah. Sebelum bercerita lebih lanjut, aku jelasin dulu rumah Joys.

Rumah Joys terletak di komplek yang jalan masuknya banyak. Di antara jalan masuk itu, hanya satu jalan yang rada enggak enak untuk dilewati. Jalan itu, masuknya melewati lapangan basket dan tenis kompleks. Yang kemudian, bisa disusuri lewat jalan setapak di mana ada sebuah rumah kosong rusak yang ada pohon besar membengkok ke arah jalan setapak itu. Jadi, andai kita melewati jalan setapak itu, secara otomatis kita bakal lewat di bawah ranting-ranting pohon tersebut. Suasana jalan itu memang bikin tak nyaman hati. Beberapa kali lewat setapak itu, aku "diberi lihat" sesosok orang duduk-duduk di atas pohon itu. Entah siapa. Beberapa meter dari pohon, ada sebuah rumah kosong lagi yang parah banget hancurnya.

Sesuai anjuran dari orang tua Joys, aku langsung ke atas. Kemudian menyalakan PS3, memainkan Fifa 13 yang lagi keluar. Aku segera menikmati waktu lengang ini di rumah orang. Tak terasa suara adzan Magrib sudah terdengar bertalu-talu. Aku melihat jam dan waktu sudah menunjukkan pukul 5.45 WIB. Sudah lebih 45 menit dari waktu yang dijanjikan Joys untuk segera pulang. Merasa bete, aku menelepon Joys dengan BlackBerry Curve 9300 3G.

"Halo, Joys, kamu ada di mana? Aku udah di rumahmu nih. Enggak ada orang, bikin bete!" tukasku nyerocos.

"Sori. Kamu nikmatin dulu deh waktu di rumahku. Kayaknya aku pulang agak lamaan nih. Paling setengah tujuh-an."

"Oh, yaudah. Jangan lama-lama ya. Aku spooky nih di sini sendirian."

Entah kenapa, rumah Joys mendadak berubah suasana menjadi tak enak. Kamar Joys terletak di lantai atas. Pintunya menghadap utara. Sebelah barat kamar ada kamar kosong yang dijadiin gudang. Sebelah timur ruang buat pakaian kering selesai jemur. Seberang kamar Joys balkon buat jemuran dan beberapa barang-barang kuno yang aku sendiri heran kenapa masih disimpan, tidak dibuang saja. Perutku juga sudah mulai berbunyi, tanda lapar melanda. Karena itu, aku langsung turun mencari makanan. Kubuka kulkas, dan menemukan beberapa potong Pizza dan coke di sana. Langsung aku comot tanpa pikir panjang dan memakannya di meja.

Saat tengah makan, aku mendengar suara orang manggil-manggil dari atas. "Joys... Joys... Joys..." Suaranya jelas betul. Cewek. Secara refleks aku membalas panggilan itu karena pikirku itu ibu Joys yang sudah pulang. "Joys belum pulang tante."

Glek... Begitu otakku nyambung sama tindakanku. Lho, ibunya Joys kan tadi pergi sama bapaknya. Kalaupun sudah pulang, mereka pasti menemukanku, karena hanya ada satu tangga di rumah ini.

Bulu kudukku langsung merinding. Selesai makan, aku langsung naik. Yeah, walaupun takut sebetulnya. Tapi, sumpah, suasana di bawah jauh lebih menakukan ketimbang di atas. Aku sudah kehilangan mood untuk main PS lagi. Jadi aku pindah menjadi televisi aja, yang suaranya sengaja aku kecilin supaya terdengar suara orang pulang. Lagi asik-asiknya nonton TV, mendadak ada suara langkah kaki di atas genteng. Kucing? Bukan... Bukan kucing. Suara yang aku dengar jelas-jelas suara langkah orang berjalan. Aku teringat pesan ayah Joys. Kemudian, suara itu menjadi banyak. Aku mulai menyelimuti seluruh tubuhnya. Keringat dingin mulai keluar. Atmosfir kamar sangat tak mengenakkan.

"Joys... Joys... Joys..." suara cewek tadi terdengar kembali.

Aku mencoba diam. Soalnya, aku yakin itu cewek tak kasat mata. Pintu kamar diketuk. Aku diam saja. Ketukan makin diperkeras. Jantungku makin berdebar tak karuan. Tapi, aku tetap diam, tak beranjak dari kasur dan makin membenamkan tubuhku dalam selimut. Suara ketukan itu berhenti terdengar. BlackBerry Curve 9300 3G milikku berbunyi, aku melihat itu panggilan dari Joys. Oh, syukurlah.

"Chucky, bukain kamarnya dong. Aku sudah pulang nih." cerocos suara dari seberang telepon.

"Oh, yang ngetuk-ngetuk pintu kamu, Joys. Sori aku pikir."

Aku membukakan pintu. Dan kutemukan Joys berdiri di sana. Aku tersenyum lega. Namun, ketika Joys melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamar, aku melihat sosok cewek cebol kecil bergigi tajam meringis di depanku. Aku pingsan.

Kelahi

Juli 01, 2016 // by Unknown // No comments

Bel istirahat terdengar bertalu-talu ke seantero sekolah. Seluruh siswa berteriak girang. Berhamburan. Semua punya tujuan masing-masing, ke kantin dan membeli jajanan kesukaan tentunya.

Namun, tidak halnya dengan Indra. Ia diam di bangkunya. Matanya tajam mengekor Liyan. Begitu, bocah bertubuh kecil itu sampai di depan pintu. Indra cepat berlari, kemudian mendorong tubuh Liyan sampai terjengkang. Untung tak terjerembab wajah duluan. Liyan segera berdiri. Marah.

"Anj*ng lu!" Liyan mengumpat.
Indra berhenti dari larinya mendengar umpatan itu. Lalu, berbalik ke arah Liyan lagi. Tanpa basa-basi, Indra segera memukul Liyan.

Karena, kalah langkah, pukulan Indra masuk ke wajah Liyan. Menyebabkan Liyan terjengkang ke belakang. Dan ambruk. Mulutnya mengeluarkan darah.

"Kenapa lu sih?" Liyan bertanya lagi.

Indra tak menjawab dengan kata-kata, tapi dengan tendangan. Beruntung Liyan cukup sigap. Sehingga, berhasil menghindar.

"Gara-gara lu nggak ngasih gue contekan, nilai ulangan gue anjlok. Ngerti nggak lu?!" Indra akhirnya berkata.

Liyan mulai memahami duduk perkaranya. Secepat kilat, Indra melayangkan tinjunya lagi. Yang berhasil ditangkis oleh Liyan. Dan membalasnya dengan tendangan kaki kanan. Indra terdesak. Terdorong beberapa langkah ke belakang. Terhuyung-huyung, tubuhnya menggeser beberapa meja dan kursi kelas. Suara decit meja kursi beradu terdengar keras.

Liyan berada di atas angin sekarang. Bibirnya menyunggingkan senyum kemenangan. Keki betul Indra melihat senyum itu. Teman-teman cowok yang lain berdatangan melihat dua kawannya saling adu jotos. Sementara, teman-teman cewek jejeritan melihat aksi brutal keduanya.

Seolah tak mau kalah Indra bangkit. Ketika bangkit, Indra mengambil pensil berujung runcing di meja Chucky. Lalu, dengan tangkas tangan kirinya segera mencengkeram batang leher Liyan. Yang tidak disambut dengan sigap oleh Liyan. Kemudian, tangan kanan Indra cepat bergerak, dan ... Crashhh!!!

Liyan terhuyung-huyung ke belakang sambil memegangi mata kirinya yang berdarah-darah. Liyan ambruk. Berteriak-teriak. Tubuhnya menggeliat-geliat.

Indra berdiri tegak. Bingung dengan apa yang telah terjadi. Dia tak tahu harus berbuat apa. Teman-temannya pun hanya diam tak melakukan apapun. Kecuali, para cewek yang sudah mendatangi kantor guru mengadukan kejadian itu.

Indra yang kebingungan tiba-tiba merasa bersalah. Dia berlari keluar kelas. Keluar sekolah. Ke jalan raya. Sebuah mobil melaju dengan kecepatan tinggi menabrak tubuh Indra. Hingga terpental beberapa meter ke depan.