• Join Us on Google Plus!

Rabu, 20 Januari 2016

Cerpen Kelas Malam Cintya

Januari 20, 2016 // by Unknown // No comments

Cintya berlari diburu waktu menuju gedung laboratorium biokimia pangan yang berjarak sepuluh meter dari gerbang kampusnya. Malam ini ada ujian praktikum biokimia pangan. Cintya terlambat lima belas menit. Ia sudah bisa membayangkan dua tanduk di kepala asisten praktikumnya. Biasanya gadis itu tak pernah berani berjalan sendirian di gedung laboratorium karena ia pernah melihat penampakan disana. Tapi malam ini, keterlambatannya membuatnya terburu-buru dan lupa kalau sekarang ia berlari sendirian di gedung terangker yang ada di kampusnya. Pintu laboratorium biokimia sudah ada sepuluh meter di depan mata Cintya. Ia harus menuruni sepuluh anak tangga untuk sampai di sana. Langkahnya tergesa-gesa, dan kesialan ditemuinya. Sepatu berhak tinggi milik Cintya menginjak rok panjangnya hingga membuat gadis itu terpeleset dan jatuh berguling-guling menuruni tangga. Ia jatuh tersungkur dan wajahnya membentur keras lantai di bawah anak tangga. Cintya tak mampu melihat apapun. Gadis itu pun pingsan.


Beberapa menit kemudian, Cintya tersadar dari pingsannya. Ia melihat koridor laboratorium yang ada di depannya begitu sepi dan dingin. Kabut malam yang berarak pelan membuat tempat itu begitu angkuh. Pelan, Cintya bangun dari lantai. Ia merapikan pakaian dan rambutnya. Tak ada luka di wajah, tangan, ataupun kakinya. Cintya juga masih bisa berjalan. Jatuh dari tangga sedikit membuat kepalanya pusing tapi tak membuatnya lupa kalau ia harus mengikuti ujian biokimia pangan.


Cintya buru-buru mendatangi ruang praktikum biokimia pangan. Setelah membuka pintunya, isi ruangan itu sepi tak berpenghuni. Cintya lalu melihat arlojinya. Ia yakin kalau malam itu adalah hari Kamis, 12 Desember 2010 pukul 7 malam. Tapi kenapa tak ada seorang pun di dalam kelas biokimia?

Cintya bingung dan belum menemukan jawabannya. Gadis itu lalu mendatangi salah satu meja di dalam ruang praktikum. Ia melihat banyak kertas ujian tergeletak rapi di sana. Kertas itu bergerak sendiri dan ada yang menorehkan tinta di atasnya, namun yang menulisinya tidak terlihat (seperti kertas ujian hantu). Cintya melangkah mundur karena ketakutan. Tiba-tiba saja seperti  ada orang yang menabrak pundaknya dari belakang. Cintya terdorong dan terjatuh ke lantai. Ia melihat secarik kertas ujian melayang di depannya dan mendarat satu kaki di ujung sepatunya. Ada tangan asing yang meraih kertas itu lalu menghilang. Cintya merasakan gapaian tangan itu menyentuh sepatunya. Ia semakin ketakutan. Ujian praktikum malamnya berubah menjadi ujian alam gaib. Cintya bangun dari lantai dan berlari menuju pintu. Tapi langkahnya terhadang oleh kemunculan Andini, teman Cintya yang tewas bunuh diri (menjatuhkan dirinya dari lantai lima gedung kuliah) lima hari yang lalu. Cintya shock dan menjerit ketakutan. Andini menarik Cintya dan membungkam mulutnya tapi Cintya terus memberontak dan mendorong tubuh dingin Andini. Ia seperti menyentuh mayat beku saat memegang kulit Andini.

Andini berusaha mengajak Cintya keluar dari ruang praktikum namun Cintya menolak. Saat Cintya melangkah mundur, kembali ke meja praktikum, seperti ada banyak orang yang berlarian menabrak tubuhnya dari belakang. Cintya kembali terdorong dan terjatuh ke lantai. Pintu ruang praktikum terbuka lalu tertutup dan terkunci dari luar dengan sendirinya. Cintya nyalang kebingungan. Tatapannya beralih ke Andini yang masih berdiri menunggunya di samping pintu. Cintya heran kenapa arwah Andini menganggunya. Lalu terdengar suara teriakan yang  gsangat keras dari arah tangga di luar ruang praktikum.

Cintya bangun dari lantai dan berlari membuka pintu. Andini tersenyum pelik melihat ketakutan Cintya. Ia tak berhasil membuka pintu nya karena terkunci dari luar. Andini lalu menepuk pundak Cintya. Cintya diam menunggu apa yang akan dilakukan Andini. Pintu yang terkunci itu didorong Andini dengan telapak tangannya dan langsung terbuka. Andini menyuruh Cintya untuk segera keluar.


Di luar ruang praktikum, Cintya melihat ada nenek-nenek tua berpakaian Belanda, berdiri membungkuk memegang alat pel. Nenek itu tersenyum lebar saat berpapasan dengan Cintya. Wajah nenek itu sangat menyeramkan seperti hantu. Cintya menggelengkan wajahnya dan langsung membalikkan badan. Cintya berlari menuju tangga yang tadi dilaluinya. Samar-samar, ia melihat teman-temannya yang tadi tak dilihatnya, berkerumun di depan tangga. Cintya buru-buru menghampiri mereka. Cintya penasaran, apa yang sedang dilihat teman-temannya. Satu per satu pundak teman-temannya direngkuh Cintya tapi tak ada yang menolehnya. Setelah menerobos kerumunan teman-temannya, gadis itu akhirnya melihat dirinya sendiri terbaring bersimbah darah di bawah anak tangga.

“Tidaaak……!”

Cintya berteriak histeris lalu lari dari kerumunan teman-temannya. Ia kembali ke lorong gelap di depan ruang praktikum. Di sana Andini dan Nenek Penjaga Sekolah tersenyum melihat tingkah Cintya. Gadis itu memegangi kepalanya dan terus berteriak. Mereka lalu berdiri di depan cermin lebar yang terpajang di tembok ujung lorong. Cintya melihat wajahnya seperti wajah Andini dan Nenek Tua Penjaga Sekolah. Mata gadis itu berlinangan air mata. Andini lalu merengkuhnya dan berkata, “Selamat datang, Cintya!”

0 komentar:

Posting Komentar