Bayangan itu menghampiri Vania dengan perlahan. Lagi-lagi bayangan iu datang. Dengan ketakutan, Vania terus berlari menjauh dari bayangan itu.Ia terus berlari dan berlari tanpa arah.
Yang penting hanya satu, ia jauh dari bayangan itu.
“Pergi kamu!! Pergii..!!” Vania
terus berteriak.
Vania terbangun. Mimpi itu selalu
datang. Untuk kesekian kalinya mimpi itu datang menghampirinya. Ia tak tahu apa
maksud dari mimpi itu. Ia risih dengan kedatangan mimpi itu yang terus hadir
dalam tidurnya.
“Vania, ayo bangun, lalu mandi,
sudah pagi,” ucap Mama Vania dari luar kamar Vania. “Iya, Ma,” sahut Vania.
Vania beranjak dari tidurnya dan menuju ke kamar mandi.
“Syalalalaa…” Vino, kakak Vania,
mengalunkan sebuah nada. Diambilnya selembar keju dan meletakkannya diantara
dua roti tawar.
“Siapa cepat, dia dapat!” Vania
mengambil roti isi keju kakaknya itu secepat kilat.
“Vaniaa..!! Lu pagi-pagi udah bikin
rese’! balikin gak roti gue??” ancam Vino yang jengkel kepada adiknya itu.
Vania tak menggubris ancaman kakaknya itu, ia melahap roti isi keju yang ada
ditangannya.
“Nyam nyam nyaamm, delicious…” Vania
menyindir sang kakak. Mama Vania yang baru saja keluar dari dapur lantas
bertanya kepada kedua anaknya itu, “Kalian itu ada apa sih? Pagi-pagi sudah
bertengkar.”
“Itu Ma, Vania noh, roti isi kejuku
diambil,” adu Vino, lalu ia menjulurkan lidahnya ke arah Vania. “Bisanya cuma
ngadu doang! Huh,” gumam Vania.
“Vania, jangan begitu sama kakakmu
ini, kasihan dia,” ujar Mama Vania. “Tapi Maa…”
“Sudahlah, kamu jangan ngebantah
terus. ‘Kan masih ada banyak roti dan keju, jadi kamu bisa bikin roti isi
sendiri ‘kan?” tanya Mama Vania keras. “Bisa, Ma…” ucap Vania pelan. “Ya sudah,
jangan jahil lagi sama kakakmu.”
Vania duduk dengan raut wajah kesal.
Berkacak pinggang, bibir manyun, dan menatap sang kakak dengan tatapan kesal,
itu yang Vania lakukan. Dengan tenangnya, Vino mengambil beberapa lembar keju
dan dua potong roti, kemudian dijadikan satu dan ia lahap. Di tengah-tengah
saat ia melahap roti isinya, Vino menjulurkan lidahnya kembali ke arah Vania.
Vania pun semakin kesal.
***
“Ndin, gue nyontek tugas Matematika
lu! Cepetan!!”
“Rickooo… balikin sisir guee!!”
“Ara, bapak kamu hakim yaa??”
“Eh eh, yang nomor 2 ini gimana
caranya?”
“Fa, lu belum bayar pulsa, cepetan
bayar!”
“Dindaa, ke kantin yuk?”
“Fi, ikut gue ke kelas sebelah yuk?
Biasaa… apel, haha,”
“Yang dingin, yang dingin, yang
dingin…”
“Eh, gue kemarin ketemu si dia loh.
Dia lagi jalan ama kakaknya, dia blablabla…”
“Ela, ada pacar lu noh di depan!”
“Aku kemarin diputusin Gio, Dit…huhuhu,”
“Aku galauu…”
“Eh, yang belum bayar nasi pecel
gue, cepetan bayar!!”
Hiruk pikuk di kelas VIII-2
terdengar jelas dan ramai serta meriah dari luar kelas. Vania terus berjalan
dengan hati yang masih kesal dengan sang kakak. Lagi-lagi ia harus kena ceramah
dari sang mama karena Vino.
0 komentar:
Posting Komentar